BAHAYA HIV/AIDS
A.
MEMAHAMI BAHAYA HIV/AIDS
1.
HIV/AIDS di Indonesia
Penyakit HIV/AIDS sudah
hampir menyerang di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Malahan
penderita HIV/AIDS di Indonesia cenderung meningkat. Dari tahun ke tahun
ditemukan banyak kasus penderita HIV/AIDS. Di Indonesia, diperkirakan epidemi
HIV/AIDS akan terus mengalami peningkatan.
Diperkirakan terdapat
Sekitar 12-19 juta orang yang untuk terkena HIV dan diperkirakan ada
95.000-130.000 penduduk yang tertular HIV.
Sejak kali pertama kasus
HIV dilaporkan di Indonesia pada tahun 1987, jumlah kasus HIV/ AIDS meningkat
dengan cepat. Sekitar akhir tahun 2004 tercatat 3368 kasus HIV dari 30 provinsi
dan 2682 kasus AIDS dari 29 provinsi.
Sementara itu,
faktor-faktor yang menyebabkan tingginya tingkat penderita HIV/AIDS harus
dikaji dan dihindari. Faktor yang sangat berpengaruh pada penularan HIV/AIDS
adalah perilaku seks berisiko tinggi, makin maraknya industri seks, kian banyak
pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) suntik, SerTa
kemiskinan.
2.
Asal-usul Penyakit HIV/AIDS
HIV
(Human Immunodeficiency Virus)
merupakan sejenis virus yang menyebabkan penyakit AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome). Penyakit AIDS menyerang sistem kekebalan tubuh
sehingga penderita tidak mempunyai kekebalan terhadap berbagai penyakit.
Sekitar awal tahun
1980-an banyak terjadi korban HIV/AIDS di Amerika Serikat yang diawali dari
kaum homoseksual. Tidak ada orang yang mengetahui dengan pasti penyebab
penyakit misterius ini. Penelitian pun terus dilakukan untuk menemukan jenis
penyakit ini. Akhirnya, teka teki mengenai penyakit ini sedikit terungkap
berkat penelitian Dr. Luc Montagnier,
seorang ahli penyakit kanker, dari
Institut Paster Perancis pada 1983. Ia menemukan sejenis virus pada penderita
yang mengalami kelumpuhan kekebalan yang disebut dengan lymphadenopathy virus (LAV).
Pada 1984, Dr. Robert
Gallo dari National Intitute of Health Amerika Serikat, menemukan virus yang
sama pada penderita dengan kekebalan menurun. Ia menamakan virus itu sebagai Human T Cell Lymphatropic Virus tipe III
(HLTV III).
Untuk menghindari
kemungkinan pertentangan mengenai dua nama tersebut, maka WHO (World Health
Organization) memberikan nama baru untuk kedua penemuan tersebut. Nama baru
untuk jenis virus itu adalah Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
Nama ini dipakai secara resmi hingga sekarang.
Menurut para ahli,
HIV/AIDS diduga berasal dari sejenis kera (monyet) di Afrika yang mempunyai
struktur yang sangat dekat dengan virus manusia. Sejak 1968 virus ini telah
membunuh kera-kera di Afrika dan tahun 1980-an mulai menewaskan pria
homoseksual di Amerika Serikat. Tahun 1991 didapati bukti bahwa CIV (Ciuman Immunedeficiency Virus) nyaris
identik dengan HIV (Human Immunedeficiency Virus) yang di Afrika sendiri virus
ini telah menjadi wabah.
3.
Tahapan-tahapan HIV menjadi AIDS
Virus HIV mengalami
perkembangan pada tubuh penderita. setelah 5-10 tahun terular HIV, penderita
mulai menunjukkan gejala bermacam penyakit, karena rendahnya daya tahan tubuh.
Kemudian barulah ia menderita penyakit AIDS (Acquired Immune Deficient'
Syndrome).
Penyakit AIDS bukan
merupakan penyakit keturunan, tetapi penyakit ini diperoleh akibat terinfeksi
HIV. Secara sederhana pengertian penyakit AIDS adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya atau menurunnya
sistem kekebalan tubuh seseorang. Dalam tubuh manusia, sel-sel darah
berfungsi melawan dan membunuh kuman atau bibit penyakit yang masuk ke dalam
tubuh. Jika seorang mengidap HIV, sel-sel darah putih dihancurkan virus ini. Ia
tidak mampu lagi melawan kuman penyakit dan mudah terserang penyakit infeksi
lain.
Penyakit ringan seperti
influenza yang menyerang seseorang akan dengan segera sembuh, namun tidak
demikian bagi pengidap HIV dan penderita AIDS. Penyakit ringan akan menjadi
semakin parah bila menyerang pengidap HIV/AIDS. Ia dapat meninggal karena
penyakit infeksi lain yang sulit disembuhkan
Tahapan-tahapan HIV
menjadi AIDS memiliki gejala-gejala sebagai berikut :
a.
Tahap awal infeksi HIV, gejalanya mirip influenza (demam, rasa lemah, lesu, sendi
terasa nyeri, batuk, nyeri tenggorokan, dan pembesaran kelenjar). Gejala ini
biasanya hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu saja, lalu hilang
dengan sendirinya.
b.
Tahap tanpa gejala, meskipun ia tidak menunjukkan gejala, tetapi pada tes darah
ditemukan antibodi HIV dan disebut HIV+. Masa ini dapat berlangsung bertahun-tahun
(5-7 tahun).
c.
Tahap ARC (AIDS Related Complex), muncul gejala-gejala AIDS. ARC adalah istilah bila
didapati dua atau lebih gejala yang berlangsung selama tiga bulan atau lebih,
yaitu demam disertai keringat malam, penurunan berat badan lebih dari 10%,
kelemahan tubuh yang mengganggu aktivitas sehari-hari, pembesaran kelenjar
secara lebih lugs, diare (mencret) berkala atau terus-menerus dalam waktu lama
tanpa sebab yang jelas, batuk dan sesak napas lebih dari satu bulan, kulit
gatal dan bercak-bercak merah kebiruan, sakit tenggorokan dan pendarahan yang
tak jelas sebabnya.
d.
Tahap AIDS,
muncul infeksi lain yang berbahaya (TBC, jamur dan lain-lain) karena kekebalan
tubuh telah demikian rusak, yang disebut infeksi oportunistik. Di samping itu,
dapat terjadi kanker kulit dan kanker kelenjar getah bening.
e.
Tahap gangguan otak (susunan saraf pusat), pada tahap ini dapat mengakibatkan
kematian sel otak dan gangguan mental. Gangguan mental yang terjadi berupa
demensia (gangguan daya ingat), penurunan kesadaran, gangguan psikotik,
depresi, dan gangguan saraf.
B.
MEMAHAMI CARA PENULARAN HIV/AIDS
1.
HIV/AIDS dalam Tubuh Manusia
Untuk dapat berada dalam
tubuh manusia, HIV/AIDS harus masuk langsung ke aliran darah orang yang
bersangkutan. Di luar tubuh manusia, HIV/AIDS sangat cepat mati. HIV/AIDS mudah
mati dengan air panas, sabun, dan bahan pencuci hama lain.
HIV/AIDS cepat mati di
luar tubuh manusia, karena itu HIV/AIDS tidak dapat menular melalui udara.
Dalam tubuh manusia, HIV hanya bersarang pada sel darah putih tertentu, yang
disebut sel T4 yang terdapat pada cairan-cairan tubuh. HIV/AIDS dapat ditemukan
terutama dalam cairan-cairan tubuh, yaitu darah, air mani, cairan vagina, dan
air susu ibu. Penularannya dapat terjadi melalui salah satu atau lebih cairan
tubuh itu dan masuk ke aliran darah seseorang. HIV/AIDS dalam tubuh manusia
menyerang sel darah merah, yaitu limposit T4 yang sangat berperan penting dalam
pengaturan sistim kekebalan tubuh (imunitas). HIV mengadakan ikatan dengan CD-4
reseptor yang terdapat pada permukaan limposit T4. Virus ini juga dapat
ditemukan dalam sel monosit Makropog dan sel Glia jaringan otak. Rusaknya sel
T4 penolong menyebabkan dengan mudah berkembang infeksi oportunisik, yaitu
infeksi yang disebabkan kuman, bakteri atau virus yang biasanya tidak
menyebabkan penyakit yang berat, tetapi pada AIDS kuman akan ganas bahkan akan
berakibat fatal.
Orang yang mengidap
HIV/AIDS dalam tubuhnya disebut HIV positif. Ia belum menunjukkan gejala
apapun, sehingga secara fisik tidak beda dengan orang lain yang sehat. Namun,
ia mempunyai potensi sebagai sumber penularan. Ini berarti ia berpotensi
menularkan virus itu kepada orang lain. Untuk mengetahui apakah seseorang
terkena HIV/AIDS dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan cara mengambil
sampel darahnya. Akan tetapi, hal itu baru dapat dilakukan paling sedikit tiga
bulan setelah orang itu terkena HIV/AIDS, sehingga besar kemungkinan selama
masa itu ia telah menularkannya kepada orang lain.
2.
Masa Inkubasi HIV/AIDS
Masa inkubasi adalah
jangka waktu setelah terjadinya penularan sampai dengan timbulnya gejala
penyakit. Penyakit AIDS mempunyai masa inkubasi yaitu masa tunas virus AIDS
(HIV) menjadi AIDS.
Ketika mulai masa
inkubasi atau mulai terjangkitnya HIV, jumlah sel CD-4 dalam tubuh
perlahan-lahan akan berkurang sampai setengahnya. Ini berarti tubuh telah
kehilangan setengah dari kekebalannya. Dalam kondisi seperti itu, kekebalan
masih berfungsi dan dapat bertahan sekitar 9-10 tahun.
Namun, setelah 9-10 tahun
terinfeksi HIV, jumlah sel CD-4 dalam tubuh akan sangat berkurang sehingga
sistem kekebalan tidak berfungsi lagi. Pada saat inilah penderita tersebut
menjadi penderita AIDS.
Jadi bila seseorang
mengidap AIDS berarti ia telah terinfeksi HIV sekitar 9-10 tahun silam
(diperkirakan masa paling lama). Dengan demikian masa inkubasi HIV berkisar 1-9
tahun atau 1-10 tahun atau lebih. Masa inkubasi ini lebih singkat pada
bayi-bayi yang lahir dari ibu yang telah mengalami penularan HIV. Bayi-bayi ini
mulai menunjukkan gejala-gejala AIDS dalam. usia 1 tahun.
3.
Cara Penularan Virus HIV/AIDS
Penularan HIV/AIDS dapat
terjadi melalui cara sebagai berikut.
ª
Hubungan Kelamin
Penularan HIV/AIDS dapat melalui kontak seksual, karena
dimungkinkan adanya penularan virus melalui cairan sperma dan cairan vagina.
Kebanyakan penularan HIV/AIDS melalui kontak seksual. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan sekitar 70% pengidap AIDS tertular melalui hubungan kelamin.
ª
Transfusi Darah
Penularan virus HIV/AID dapat juga melalui transfusi darah.
Ketika darah yang terinfeksi virus HIV masuk ke saluran darah orang yang sehat,
maka telah terjadi penularan virus HIV.
ª
Alat-alat Medis
Alat-alat medis juga dapat menjadi perantara penularan virus
HIV, jika tidak dalam keadaan steril. Alat-alat medis seperti jarum suntik,
baik untuk pengobatan, immunisasi, menindik tatto, akupuntur, atau yang
digunakan pecandu obat bius sangat rawan sebagai media penularan virus HIV
ª
Ibu Hamil
Bayi dalam kandungan berpotensi tertular virus HIV/AIDS
apabila ibu bayi tersebut tertular virus, baik melalui transfusi darah atau
melalui hubungan seksual dengan penderita HIV/AIDS. Seorang ibu pengidap
HIV/AIDS akan menularkan virus itu kepada bayinya melalui air susu ibu.
ª
Cairan Tubuh
Cairan tubuh seperti cairan sperma, cairan vagina, darah, dan air susu
ibu dapat menjadi media penularan virus HIV/AIDS. Sementara cairan lainnya
seperti keringat, air liur, air mata masih terdapat perbedaan pendapat, apakah
cairan-cairan tersebut berpotensi menularkan virus HIV/AIDS atau tidak.
ª
Donor
Organ (Transplantasi)
Transplantasi adalah
pemindahan jaringan atau organ tubuh, seperti jantung, ginjal, paru, hati dan
sebagainya dari satu individu ke individu lain. Transplantasi bertujuan sebagai
cara pengobatan atau mengganti organ tubuh yang rusak dengan organ tubuh orang
lain. Ketika organ tubuh yang diberikan (donor) mengidap virus HIV/AIDS, maka
secara otomatis si penerima donor pun akan tertular virus juga.
4.
Gejala Awal Terinfeksi Virus HIV/AIDS
Human Immunedeficiency Virus (HIV) telah dikenal sebagai virus
penyebab Acquired Immunedeficiency Syndrome (AIDS). Ketika masuk ke dalam tubuh
langsung menyerang sistem kekebalan tubuh yaitu limposit T4 yang kemudian mengadakan
ikatan dengan CD-4 receptor yang terdapat pada permukaan limposit.
Virus ini irreversible
atau tidak dapat kembali dan berlangsung seumur hidup, karena HIV ini setelah
berkembang biak pada inangnya akan mengandung bahan genetik virus.
Sejak itulah tubuh si
penderita sudah kehilangan sebagian sistem kekebalan dan sistem kekebalan
sisanya akan tetap bekerja, sehingga penderita kelihatan sehat sebagaimana
orang normal.
Meskipun kelihatan sehat,
penderita ini sangat berpotensi menularkan virus AIDS atau HIV pada orang lain.
Ketika HIV sedang menjalani masa inkubasi, perlahan-lahan kekebalan tubuh mulai
mengalami penurunan.
Gejala-gejala fisik mulai
kelihatan, seperti demam, berkeringat malam hari, badan cepat lesu, nafsu makan
menurun, badan kurus, mudah terserang flu, mencret, bercak-bercak putih, dan
timbul penyakit paru-paru.
Gejala ini tidak akan
sembuh bahkan akan sampai kronis sejalan dengan semakin kurangnya sistem
kekebalan tubuh. Ketika masa inkubasi hampir habis dan penderita siap untuk
terjangkit AIDS, maka gejala AIDS mulai tampak seperti pembengkakan getah
bening, tumor kulit (Kaposi's Sarcoma,
bercak-bercak merah kebiru-biruan pada kulit atau kanker kulit), infeksi paru,
jamur di rongga mulut dan lain-lain. Segala penyakit yang menyerang langsung
bercokol di dalam tubuh, karena tidak ada perlawanan dari tubuh atau tubuh
tidak membentuk antibody untuk menangkal penyakit-penyakit itu.
Pada saat itulah
penderita sangat berpotensi untuk menularkan virus AIDS pada orang lain. Ketika
sistem kekebalan tubuh tidak ada lagi, penderita diperkirakan tidak akan
bertahan hidup. Sampai kini, belum ada obat yang mujarab untuk menyembuhkan
penyakit HIV/AIDS ini.
5.
Kelompok Berisiko Tinggi Terkena HIV/AIDS
Ada beberapa kelompok
yang sangat berisiko, mudah tertular virus HIV/AIDS, yakni:
Ø Homoseksual, sekelompok orang yang
menyukai hubungan seksual sesama jenis.
Ø Heteroseksual, kebiasaan
berganti-ganti pasangan sangat berisiko tertular virus HIV/AIDS. C. Biseksual,
Ø Pencandu narkoba.
C. MEMAHAMI CARA MENGHINDARI PENULARAN HIV/AIDS
1. Pencegahan HIV/AIDS
Cara yang paling balk
untuk mencegah penularan virus HIV/AIDS adalah dengan selalu hidup dan
berperilaku sehat. Berikut beberapa hal penting sebagai usaha pencegahan
penularan virus HIV/AIDS.
Selalu menggunakan jarum suntik yang
steril dan barn ketika kita akan melakukan penyuntikan atau proses lain yang
mengakibatkan terjadinya luka.
Selalu menerapkan kewaspadaan
mengenai seks aman (artinya: hubungan seks yang tidak memungkinkan tercampurnya
cairan kelamin, karena hal ini memungkinkan penularan HIV).
Bila ibu hamil dalam
keadaan HIV positif sebaiknya diberitahu tentang semua risiko dan
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya sendiri dan bayinya,
sehingga keputusan untuk menyusui bayi dengan ASI sendiri bisa dipertimbangkan
2. Obat-obat HIV/AIDS
Sampai saat ini belum
ditemukan obat yang benar-benar dapat menyembuhkan penderit; HIV/AIDS.
Obat-obat yang dikenal sekarang hanyalah berupa obat-obatan yang dapat menambah
daya tahan tubuh penderita atau memperpanjang umur penderita.
Berikut beberapa jenis
obat-obatan yang dikenal di duma kedokteran yang digunakan untul menyembuhkan
penderita HIV/AIDS.
ü AZT
(Azidothymidine), obat ini diperkirakan mampu menahan perkembangan virus, namun
mengandung efek samping. Efek samping yang bakal timbul di antaranya adalah
penderit; akan mengalami kerusakan tulang sumsum dan menderita anemia berat,
akibatnya penderia harus menjalani transfusi darah.
ü DDI (Diseoxycitidine),
cara kerja obat ini tidak berbeda dengan AZT yaitu mampu menahan reproduksi
virus AIDS dalam darah. Obat ini telah diuji coba dan tidak menimbulkan efek
samping yang fatal.
ü DDC
(Zalcitabine), seperti halnya AZT dan DDI, obat ini dapat menahan perkembangan
virus AIDS.
Ketiga jenis obat
tersebut telah mendapat rekomendasi dari badan yang berwenang mengawasi obat dan
makanan di Amerika Serikat. Menurut para ahli, obat-obatan tersebut mampu
memperpanjang umur penderita hingga satu sampai dua tahun.
Efek sampingan dari DDI
dan DDC adalah dapat menyebabkan kerusakan pankreas dan gangguan saraf.
Selain itu, para ahli
Jepang menemukan obat-obatan untuk penderita HIV/AIDS, di antaranya sebagai
berikut :
ü M–HDA (Meiji Humin Derivetize Al-Bumin). Ramuan
obat ini berupa gabungan antara Carbodimine
Humin dan Succiny lated Human AL-Bumin yang terkandung dalam darah manusia.
M-HDA kabarnya mampu menyingkirkan sel-sel tubuh yang digerogoti HIV dengan
tidak membahayakan limposit normal.
ü Tachyplesin,
merupakan cairan kimia yang diambil dari hewan sejenis kepiting (Tachypleus Tridentatus) yang dinamakan
T-220. Ramuan ini telah diuji coba pada tikus dengan hasil yang sangat
memuaskan, namun masih menimbulkan efek samping seperti AZT.
Para ahli dari Inggris
juga menemukan ramuan yang digunakan untuk mengobati penderita HIV/AIDS yakni So221 dan GLQ 223. Kedua jenis obat ini masih menimbulkan efek samping
seperti halnya AZT, tetapi tidak terlalu berbahaya. Selain itu, terdapat juga
obat-obatan tradisional yang diperkenalkan di China, yaitu Milingwang yang diuji coba pada 158 pasien AIDS di China, yang
hasilnya paling tidak mampu memperpanjang umur manusia.
Walaupun menjamurnya
obat-obatan tersebut dan konon ampuh mencegah perkembangan virus, namun para
ahli masih meragukan tentang keampuhannya di samping efek samping yang cukup
merepotkan penderita.